SILAHKAN MENONTON

Media Literacy - Situs Tv Online Streaming

mnc MIVO sindo berita satu telkomvision arena wwe movie star movie filmon HBO PLUS kids HBO FAMILY axnblk animax mtv bbc bc vit fashion fashion fashion fashion fashion fashion fashion fashion fashion

Media Literacy Tv - Situs Tv Online Streaming

Tuesday, June 4, 2013

NII : Sejarah, Ideologi, dan Perkembangannya Kini


Komandemen merupakan sistem pemerintahan militer Negara Islam Indonesia (NII) yang digunakan pada era revolusi fisik pada tahun 1949-1962. Sistem ini runtuh setelah imam Kartosuwiryo tertangkap di Gunung Geber, Majalaya pada 4 Juni 1962. Menyusul eksekusinya pada 4 September 1962, kontradiksi siapa yang akan menggantikan tempatnya berlangsung sengit. Pada tahun 1974, diadakan pertemuan antara yang berhasil mengangkat Abu Daud Beureuh menjadi Imam NII dan mengaktifkan kembali sistem komandemen. Namun, tak berselang lama, Abu Daud Beureuh ditahan pihak berwajib sehingga tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai imam.

Untuk mengisi kekosongan kepemimpinan, diadakan pertemuan di Tangerang pada 1 Juli 1979 dan mengangkat Adah Djaelani sebagai imam NII. Setelah aktifasi sistem komandemen pada tahun 1974, Adah Djaelani juga meluaskan teritorialnya dengan membentuk dua komandemen wilayah (KW) baru yang sebelumnya hanya tujuh. KW8 meliputi Lampung dan KW9 atau Jakarta Raya yang meliputi Jakarta, Tangerang, Banten dan Bekasi. Pimpinan pertama KW9 diserahkan kepada Seno alias Basyar, mantan Panglima IV Divisi II Jawa Tengah untuk bagian Semarang. Menyusul rentetan penangkapan aktivis NII akibat kasus Komando Jihad (KOMJI), Seno tertangkap. Tempatnya digantikan oleh Abu Karim Hasan. Selain sebagai panglima KW9, dia merupakan orang yang paling berpengaruh dalam pembentukan doktrin Mabadiuts Tsalasah yang digunakan KW9 sampai hari ini.

Pada era Abu Karim Hasan, KW9 maju pesat. Teritorial awalnya hanya di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Setelah itu meluas sampai diatas kertas memiliki 9 Komandemen Daerah (KD). Pusat pergerakan KW9 pada awal tahun 80an bertempat dibelakang IAIN Ciputat. Dalam memimpin KW9, Abu Karim Hasan didampingi oleh Abdus Salam, lulusan Gontor yang sedang meneruskan pendidikannya di IAIN Ciputat. Lelaki kelahiran Gresik yang dikenal cerdas ini selalu mendampingi Abu Karim Hasan dalam setiap acara formal NII. Tahun 1982, Abdul Salam alias Abu Ma’ariq alias Nur Alamsyah alias Abu Toto terbang ke Malaysia karena dikejar aparat. Kurang lebih tiga tahun di Malaysia, Abu Toto dipanggil kembali untuk membantu KW9 dan ditempatkan dalam sebuah departemen sipil. Kiprahnya belum terlihat jelas selain kecerdasannya dalam berorasi dan kemampuannya menyenangkan hati para pimpinan, termasuk Adah Djaelani yang masih di penjara.

Selama kurang lebih 13 tahun memimpin KW9, Abu Karim Hasan mengembangkan doktrin yang berbeda dengan doktrin dasar Kartosuwiryo. Doktrin yang dinamakan Mabadiuts Tsalasah ini hasil pemikirannya yang bercampur dengan ajaran Isa Bugis. Doktrin ini mentafsirkan tauhid ketuhanan—Rububiyah, Mulkiyah, Uluhiyah—sebagai konsep negara Islam. Konsep Tauhid ini selanjutnya menjadikan negara sebagai sebuah konsep tunggal berqur’an. Dan menempatkan negara sama dengan Allah. Sehingga merubah makna ibadah. Ibadah adalah bernegara Islam atau melaksanakan perintah didalam negara Islam, yang berarti, diluar negara Islam tidak ada ibadah. Ini yang menjadikan jama’ah KW9 mudah sekali mengkafirkan orang lain diluar kelompoknya. Merujuk kepada sunnah Nabi dalam 23 tahun da’wahnya, doktrin ini membagi periodisasi perjuangan menjadi Mekah dan Madinah, sekaligus mengartikan secara literal bahwa RI sebagai Mekah dan NII sebagai Madinah. RI adalah sistem batil karena tidak berhukum Islam dan NII adalah sistem haq karena melaksanakan hukum Islam. Penafsiran Al Qur’an difokuskan pada kedua masa itu, contoh; ayat shalat baru turun setelah nabi di Madinah. Jadi tidak perlu shalat sebelum ada Madinah atau NII tegak. Banyak lagi penafsiran Al Qur’an yang dikondisikan dengan konsep negara. Sehingga timbul aturan baru, fiqh baru yang kesemuanya disesuaikan dengan kondisi perjuangan mereka. Selain itu yang menyebabkan kerasnya jama’ah NII terhadap RI adalah penetapan kondisi fisabilillah yang menganggap kondisi sebagai situasi perang. Sehingga hukum perang dapat dilakukan, seperti; tipu daya dalam bentuk taktik dan strategi, berlakunya Fa’I dan pengidentifikasian kafir kepada semua orang yang belum masuk NII.

Pada tahun 1992 Abu Karim Hasan meninggal. Kekosongan kepemimpinan digunakan Abu Toto untuk melobi Adah Djaelani di penjara. Walhasil, Adah mengangkat Abu Toto sebagai Panglima KW9. Tahun 1993, awal kepemimpinannya di KW9, Abu Toto membuat beberapa maklumat yang disebut Qoror, menggantikan fungsi Qanun Azasi (UUD NII) dan Maklumat Komandemen Tertinggi (MKT). Qorornya berisi tentang kewajiban baru bagi umat KW9 untuk melaksanakan kewajiban dalam bentuk dana demi membangun negara. Timbul pungutan seperti; nafaqah daulah, harakah idikhor, haraqah Ramadhan, harakah Qurban dan qirodh. Kesemuanya menyedot dana milyaran rupiah dalam waktu singkat. Dampaknya, infrastruktur pun bergerak lebih cepat. Perluasan teritorialnya sampai kepada struktur ketujuh dalam tujuh lapis langit yaitu tingkatan desa. Teritorial yang mereka miliki pada dasarnya hanya diatas kertas, sedangkan mobilitasnya masih lewat kontrakan ke kontrakan. Seiring dengan perluasan teritorial dan perekrutan besar-besaran, Qoror baru pun muncul untuk meningkatkan pemasukan negara. Target keuangan membengkak menjadi 9 pos keuangan negara atau dikenal dengan Tis’atal Mawarid Daulah.

Tidak semua program Abu Toto diterima dengan baik oleh umatnya. Terutama untuk program keuangan yang banyak diimingi janji yang tidak pernah terealisasi, membuat banyak kekecewaan yang berakhir dengan pemisahan diri dari KW9. Tekanan yang bertubi-tubi untuk memenuhi kewajiban tanpa disertai dengan pemenuhan hak, sehingga jama’ah yang ada kerap menjadi sapi perahan, kadang disia-siakan setelah tidak produktif lagi, habis manis sepah dibuang.

Pada tahun 1996, program utama Abu Toto diluncurkan. Proyek mercusuar dalam bentuk pembangunan kota mandiri dengan sampul pondok pesantren dilakukan besar-besaran. Dibangun diatas tanah seluas 1200 Ha di desa Gantar, Indramayu, Jawa Barat. Proyek ini juga dimaksudkan sebagai basis dan ibukota NII serta Madinah sekaligus. Pembangunan yang otomatis menyedot dana sangat besar ini melahirkan target besar pula yang harus dipenuhi umatnya. Akibatnya, mobilitas ditingkatkan dan improvisasi pencarian dana di lapangan dibebaskan untuk mencapai target yang dibebankan pemerintahan pusat KW9 untuk pembangunan Al Zaytun. Orientasi jama’ah dirubah, dari perjuangan untuk mentegakkan NII dan menetapkan hukum Islam, menjadi pencarian dana. Doktrin Islam dan NII hilang dengan sendirinya digantikan dengan agama baru yang menjadikan figur Abu Toto sebagai nabinya. Ajaran Islam dan ideologi NII hanya sebagai alat legitimasi dan simbol pelengkap perjuangan.

Pada tahun yang sama, lobi Abu Toto ke Adah Djaelani terbayar. Setelah keluarnya dari penjara, Adah Djaelani mengangkat Abu Toto sebagai Imam NII menggantikan posisinya. Setelah menjadi Imam NII, Abu Toto merubah sistem pemerintahannya menjadi sistem distrik. Membagi kekuasaan menjadi Teritorial dan Fungsional. Aparat Teritorial bergerak dibawah tanah dan berkonsentrasi di Jawa. Jama’ah Teritorial bertugas merekrut orang dan mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya. Mobilitas mereka 24 jam, bergerak dari kampus ke kampus, mal ke mal, dari pabrik ke pabrik dan semua tempat yang memungkinkan untuk merekrut jamaah baru. Jamaah Teritorial juga yang kerap berbenturan dengan pihak keamanan maupun keluarga mereka sendiri lantaran aksinya yang tersangkut kriminal, seperti penipuan, pencurian dll. Sedangkan aparat Fungsional bergerak di permukaan dalam wadah Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) yang tersebar di 28 propinsi. Aparat Fungsional ini tidak merekrut jamaah melainkan santri untuk disekolahkan di Al Zaytun. Orang tua santri yang notabene orang berpunya tersebut yang nantinya menjadi simpatisan dan lumbung dana untuk pembangunan Al Zaytun. Selain dari dua sumber tersebut, dana lain didapat dari sentra ekonomi yang dikembangkan, sumbangan tamu yang datang ke Al Zaytun, serta pada acara tahunan Haji pada 1 Muharam.

Pada tahun 1998 didalam kepemimpinan NII yang memang telah terpecah menjadi beberapa faksi, dilakukan konsolidasi untuk menyikapi friksi kepemimpinan internal waktu itu. Diadakan pertemuan lintas faksi yang membuahkan keputusan tentang pembatalan keimamahan Abu Toto karena telah keluar dari Al Qur’an dan Sunnah serta khittah perjuangan NII. Pertemuan ini otomatis memutuskan rantai struktur dan perjuangan NII dengan Adah Djaelani dan Abu Toto. Namun setelah keputusan tersebut, Abu Toto malah semakin menokohkan dirinya sebagai Imam bagi kelompoknya (KW9) dan menyatakan bahwa NII yang sah adalah versi dirinya. Bergerak one man show, dia melobi semua tokoh yang tadinya menjadi musuh besar NII, keluarga Cendana dan aparat orde baru.

Pada tahun 1999, Ma’had Al Zaytun diresmikan oleh Habibie yang waktu itu menjabat sebagai presiden RI. Semenjak itu banyak dari pejabat RI dan mantan petinggi orde baru datang serta menyumbangkan dananya untuk pembangunan. Untuk lebih mempermanis hubungan, Abu Toto yang berganti nama menjadi Syaikh Al Ma’had AS. Panji Gumilang. Untuk memberi kehormatan kepada para pejabat dan penyumbang dana, nama mereka dijadikan nama bangunan yang berdiri. Contoh; stadion sepak bola Palagan Agung dari nama Agung Laksono, gedung Al Akbar untuk Akbar Tanjung, gedung H.M. Soeharto yang diresmikan Tutut dan gedung H. Ahmad Soekarno untuk menghormati Megawati yang waktu itu menjabat sebagai presiden. Peresmian gedung Ahmad Soekarno diresmikan oleh AM Hendropriyono yang ketika itu masih menjabat sebagai kepala BIN mewakili Megawati. Dalam pidatonya, Hendro menyatakan pembelaanya kepada Al Zaytun dan Abu Toto serta mengancam orang yang anti padanya.

Ketika pemilihan umum tahun 1999, aparat Fungsional NII KW9 Abu Toto melaksanakan pemilu di Ma’had Al Zaytun dan diwajibkan untuk memilih Golkar. Dan ketika pemilu tahun 2004, seluruh umatnya diwajibkan memilih Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) pimpinan R. Hartono dan Tutut. Sedangkan untuk pemilihan presiden, Abu Toto mengerahkan 4000 aparat fungsional dan 9.000 aparat Teritorialnya untuk mencoblos di Ma’had Al Zaytun. Hasilnya, hampir genap 13.000 orang memilih pasangan Wiranto-Solahudin Wahid. Sebelum ada Al Zaytun, NII paling anti dengan partai. Namun ketika Abu Toto memimpin, semuanya menjadi terbalik. Pada pemilu baru-baru ini, Panji menerima pinangan partai Republikan dan memerintahkan lima kader terbaik mereka untuk ikut dalam ajang pemilu legislatif. Seluruh jamaah dikerahkan untuk memilih lima caleg mereka di lima dapil. Termasuk mobilisasi jamaah di dapil tangerang untuk memenangkan anaknya, Imam Prawoto, dengan menggunakan formulir A5. Tapi apa lacur, politik praktisnya menemui kegagalan. Sayangnya, jamaahnya dicekoki pemahaman bahwa yang dilakukannya adalah kebenaran, suatu jalan untuk mendapatkan kekuasaan yang didambakan untuk menuju futuh tahun 2009.

Kini, untuk lebih mengamankan posisinya di mata umum yang dipojokkan oleh berita miring padanya sebagai tokoh radikal, Abu Toto merapat ke tokoh-tokoh pluralis. Selain untuk memoderatkan dirinya, lobi dengan tokoh-tokoh tersebut juga digunakan sebagai media sosialisasinya untuk meluaskan Al Zaytun sebagai salah satu institusi pendidikan modern yang diperhitungkan. Terakhir dia bekerjasama dengan beberapa gereja katolik untuk membangun gedung kalimatun sawa (kalimat yang sama) yang diperuntukkan bagi santri non Islam untuk belajar di Ma’had Al Zaytun. Abu Toto ingin menunjukkan moto lembaga pendidikannya, pusat pendidikan dan pusat pengembangan budaya toleransi dan budaya perdamaian. Sikap pluralisnya ini didapatkan setelah berhubungan dengan tokoh seperti Azyumardi Azra dan Nurcholish Madjid. Selain itu, pendekatan dalam bentuk wacana dan ideologi juga dikembangkan ke berbagai tokoh kristen, seperti Magnus Suseno.

Doktrin Mabadiuts Tsalasah dan Dampaknya

Sejak dihasilkannya doktrin Mabadiuts Tsalasah oleh Abu Karim Hasan, pelaksanaannya ketika era Abu Toto mengalami polarisasi yang meluas. Tauhid Rububiyah-Mulkiyah-Uluhiyah (RMU) menjadi satu-satunya bentuk legitimasi terhadap terjemahan aksi lanjutan. RMU diartikan sebagai Negara yang dirujuk dari surat Ibrahim 24-25. Negara menjadi representasi Tuhan di muka bumi. Sehingga apapun yang diperintahkan negara merupakan ibadah. Diikat dengan 9 poin bai’at, jamaah tidak bisa berfikir lebih dari ketaatan kepada negara. Akhirnya, mereka menjadikan negara sebagai berhala sesembahan.


Untuk melegitimasi perjuangan atas nama negara, ayat-ayat Al Qur’an dan ketentuan pasti Islam ditafsir ulang dan dirubah maknanya. Semuanya seakan dipaksakan untuk menyamakan kondisi kontekstual perjuangan mereka dalam bernegara. Rukun Islam misalnya, pada poin pertama, syahadat diartikan bahwa tiada negara selain NII dan Muhammad (setiap jamaah KW9) pembawa risalah negara. Poin kedua, Shalat ditafsirkan menjadi dua bentuk, shalat ritual yang lima waktu dan shalat universal atau shalat aktifitas, yaitu menjalankan program negara dalam mencari rekrutan baru dan mengumpulkan dana. Sehingga, bila shalat universal menyita waktu, shalat ritual boleh ditinggalkan. Sedangkan untuk Shaum, ditafsirkan sebagai menahan diri dari materi. Maksudnya pengorbanan untuk negara diutamakan daripada kepentingan pribadi. Sementara untuk Shaum Ramadhan sendiri, ketentuanya diatur oleh negara. Berbeda dengan shaum pada umumnya yang sahur sebelum subuh dan ifthor sesudah maghrib, shaum mereka waktunya ditentukan oleh negaranya. Contoh, tahun 2001-2008, shaum mereka mulai pukul 6 pagi dan ifthor pada pukul 18 sore terlepas dari subuh dan maghrib. Untuk Zakat, mereka menafsirkan bahwa zakat senilai Rp 50.000/ orang atau senilai dengan satu gantang kurma. Mereka juga merubah kata zakat menjadi harakah Ramadhan. Dan yang terakhir dalam rukun Islam adalah haji. Bagi mereka, haji adalah pertemuan duta-duta NII KW9 dari seluruh Indonesia di Ma’had Al Zaytun. Puncak pelaksanaan haji pada tanggal 1 Muharam setiap tahunnya.

Penjelasan penafsiran diatas, hanya sebagian kecil yang berlaku dan berkembang didalam kalangan NII KW9. Karena setiap jamaah bisa menafsirkan Al Qur’an sendiri, maka perluasan penyimpangan semakin marak dan semakin tak terarah. Kalau dilihat dengan seksama, doktrin yang bergulir sangat kondisional, cenderung berubah mengikuti arus dan tren. Tergantung dengan cara yang mana seseorang bisa diyakinkan. Pemahaman keislaman yang dimiliki mereka rata-rata rendah. Namun, tekhnis penyampaiannya yang sangat menarik dan pola rekrutmen yang terorganisir dengan baik membuat orang terbuai didalamnya. Kebanyakan dari mereka yang direkrut adalah yang sedikit memiliki pemahaman agama dan bagi mereka yang sudah banyak “terbelit” dosa. Penyampaian yang menggugah dan vonis keagamaan yang “menyadarkan” akan menjadi kekuatan mereka untuk bergabung sebagai cara lain mendapatkan pencerahan religi. Penafsiran yang meninggikan dirinya dan pembentukan superioritas golongan, menutupi jalan kebenaran yang sebenarnya ingin mereka raih pada awalnya. Namun sayangnya, keawaman agama mereka menjadi semangat yang sekaligus menjadi pembenaran membabi buta terhadap NII KW9.

Setiap jamaah yang ada didalam kelompok ini adalah korban. Korban atas ketidaktauannya. Mereka sadar apa yang dilakukan, tapi tidak sadar itu semua berdasarkan doktrin yang salah. Doktrin yang harus diterima atas nama Tuhan dan kebenaran tanpa harus mempunyai perbandingan. Kebebasannya tercerabut, nalarnya tersendat dan fikirnya terpaku. Mereka terpaksa menerima kenyataan yang pahit sebagai pengorbanan dalam perjuangan. Tidak ada ketenangan dalam berislam yang mereka rasakan, kecuali kegelisahan dan ketakutan akan momok target yang harus dipenuhi.

Perkembangan Terakhir NII

Pasca penindakan jaringan NII KW9 wilayah Jawa Barat oleh Polda Jabar yang berhasil menangkap pentolan-pentolannya, gerakan NII di wilayah Jawa Barat Selatan—dalam struktur NII meliputi Bogor, Bandung, Garut dan sekitarnya—untuk sementara waktu menghentikan aktifitasnya, terutama untuk perekrutan anggota baru. Keputusan tersebut berlaku otomatis dalam gerakan ini di setiap kasus besar yang dapat berimbas pada pengungkapan jaringan secara luas. Namun, penghentian aktifitas untuk kegiatan yang terpusat, seperti baiat, tahkim, tartib dan pernikahan, bukan berarti menghentikan aktifitas serupa di kalangan bawah. Pasalnya, yang tersentuh oleh aparat berwenang hanya pucuk-pucuk pimpinannya saja yang dengan mudah segera digantikan posisinya oleh kader-kader yang ada. Sehingga, proses pelaksanaan program-program mereka dapat terus dilaksanakan walaupun lambat. Seperti halnya perekrutan dan pengumpulan dana di tingkatan jamaah dan desa terus berjalan dengan supervisi tetap dari tingkatan kecamatan dan kabupatennya, hanya saja proses ke wilayah masih menunggu perintah dari sang Imam.

Dampak secara khusus bagi NII KW9 untuk kasus penindakan tersebut bersifat lokal. Maksudnya, hanya kalangan anggota NII KW9 di wilayah Jawa Barat Selatan saja yang merasakan imbasnya. Sementara wilayah lain yang aktif, seperti Jawa Barat Utara, Jakarta Raya, Jawa Tengah serta Jawa Timur sama sekali tidak berdampak, apalagi tingkatan tertinggi dalam struktur NII KW9 yang berpusat di Ma’had Al Zaytun, Indramayu. Sebagai contoh, acara bersepeda keliling Jawa-Madura yang digagas Panji Gumilang untuk mengkampanyekan hidup sehat ala Al Zaytun tetap berlangsung. Padahal yang menjadi pesertanya adalah pucuk-pucuk pimpinan NII KW9 dari semua wilayah yang aktif, termasuk Jawa Barat. Bila mereka menganggap tindakan polisi di Jawa Barat sebuah hal serius, tentu mengekspos para petinggi NII KW9 ke muka umum merupakan langkah yang sangat beresiko tinggi, mengingat yang muncul adalah aktivis yang bergerak aktif di bawah tanah dan masuk dalam target operasi di kepolisian.


Lain lagi di Jakarta. Gerakan di Jakarta merupakan jaringan yang paling banyak di tindak. Yang berarti tingkat resistensinya terhadap masalah semakin tinggi, begitu juga dengan langkah-langkah antisipasinya yang semakin sulit untuk dibaca. Lihat saja pola perekrutan mereka yang sekarang berpindah dari kontrakan ke kontrakan menjadi dari mal ke mal. Bahkan untuk merekrut satu orang saja dirancang sebuah skenario yang sangat sistematis dengan pembagian peran berbeda bagi 3-4 anggota aktif untuk mengelabui serta menghilangkan kecurigaan bagi korban barunya. Belum lagi pola pengumpulan dana yang menggunakan pola penipuan, pemilihan target serta perangkat yang digunakan sangat selektif dan tidak terlacak. Pengalaman mereka memperlihatkan bahwa model pencurian dan penipuan kepada orang yang tidak dikenal banyak menimbulkan kegagalan dan berakhir dengan penindakan dari pihak kepolisian, lebih buruk lagi nama organisasi mereka muncul sebagai latar belakang perbuatan. Maka penipuan dan pencurian kepada orang-orang terdekat, seperti teman dan keluarga, menjadi fokus pencarian dana, terutama bagi kalangan pelajar dan mahasiswa. Sedangkan bagi para buruh, penggunaan kotak amal serta permintaan shadaqah atas nama anak yatim dan pesantren fiktif menjadi modus yang sedang tren dikalangan NII KW9 hari ini, bahkan di Jakarta. Bukan tanpa alasan, NII KW9 di wilayah Jawa Tengah telah melakukan modus ini dan mampu menurunkan 3000 aktivisnya setiap hari dari Semarang hingga Yogyakarta berbekal proposal dan amplop amal dengan nama yayasan yang dibuat sendiri. Hasilnya, 1.3 Milyar terkumpul setiap bulannya untuk disetorkan ke Ma’had Al Zaytun. Pendapatan tersebut diluar dana-dana pungutan lain yang harus dipenuhi setiap jamaahnya.

Secara nominal, jumlah anggota terbanyak adalah di Jakarta yang kini memiliki umat real sebanyak 151.000 orang (data Agustus 2007). Ditempat kedua adalah Jawa Barat Selatan dengan 17.000 orang. Tingkat pertumbuhan sangat tinggi di dua wilayah ini karena tempat perekrutan akhir—baiat oleh tingkatan Gubernur NII—hanya bisa dilakukan di dua tempat, yaitu Jakarta dan Bandung. Namun untuk perekrutan secara umum berjalan aktif di Jawa dan secara acak di seluruh Indonesia.

Di Bandung memang belum ada lagi baiat wilayah sejak penangkapan para aktivisnya. Tapi tinggal menunggu waktu saja sebelum aktivitas mereka dimulai kembali mengingat kepala gubernurnya belum tertangkap sehingga arah kebijakan masih berjalan dari pusat kebawah dengan baik. Apalagi yang tertangkap hanya satu jaringan saja sementara mereka memiliki ratusan kabupaten dan kecamatan aktif yang berisi ribuan aktivisnya. Terlebih, target program perekrutan dan pendanaan akan terus digalakkan untuk membangun Ma’had Al Zaytun.

Di Jakarta, pembaiatan wilayah tidak pernah berhenti. Setiap hari di dua tempat diadakan pembaiatan, satu tempat pembinaan keaparatan dan satu lagi untuk pernikahan serta pengakuan dosa. Seluruh kegiatan se-Jawa kini terpusat di Jakarta, termasuk pembaiatan anggota baru yang berasal dari Jawa Barat Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Malaysia serta daerah lain di Indonesia. Minimal 40 orang dibaiat setiap harinya untuk kemudian tersebar di seantero negeri demi menyebarkan doktrin NII.

Saat ini NII pun sudah mulai beradaptasi dan berani menyebarkan pahamnya ke kampus-kampus Islam, di seluruh daerah, dan yang menjadi target utama mereka adalah orang-orang yang lemah tentang dalam pemahaman ajaran Islam, mereka pun merekrut kader-kader dengan cara memberikan pemahaman sebagai contoh bahwa bencana-bencana yang terjadi di Indonesia saat ini adalah peminpin yang salah dan kafir, sehingga harus mengambil garis gerakan revolusi dengan menghancurkan sistem pemerintahan yang sedang berjalan.

Dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini carut marut, menjadi sebuah momentum yang dimanfaatkan untuk membangkitkan dan menghidupkan NII dimana gambaran sosial yang terjadi di masyarakat sangat rasional, sehingga mereka dengan mudah mendapatkan kader-kader yang militan dan terus merekerut kader-kader baru terutama masyarakat yang kecewa terhadap pemerintahan sekarang ini.

NII pun saat sudah bergerak dengan rapih dan terorganisir sedemikian rupa untuk dapat diterima masyarakat, dan juga mereka terus mengembangkan penafsiran-penafsiran untuk melakukan gerakan pembangkangan terhadap pemerintah, sekaligus membodohi kader-kader agar mereka semakin militansi.

Untuk mengamankan pemasukan dan perekrutan serta memunculkan tokoh-tokohnya ke permukaaan, NII Jakarta dan juga mengambil langkah untuk membuat sentra-sentra ekonomi. Diantaranya adalah:

• membuat Koperasi sebagai wadah tempat untuk mengembangkan pundi-pundi yang telah di kumpulkan
• membuat EO (Event Organizer) dimana digunakan sebagai media perekrutan orang-orang yang memiliki modal yang besar dan juga merekrut mualaf-mualaf baru
• NII sudah memiliki luas tanah sebesar 5 ha, dan gunakan untuk perumahan sekaligus disewakan, dan saat ini sedang di galakkan di daerah Jakarta Selatan
• Majalah yang wajib di beli oleh anggota NII

Saat ini NII sudah mulai bergerak di Jakarta Selatan, Timur dan sekitarnya yang sedang melakukan hal yang sama, terutama mengembangkan di sentra-sentra ekonomi dan bahkan Yogyakarta sudah di masukinya.

Berbagai cara sedang dan akan dilakukan untuk meluaskan pengaruhnya, bukan hanya kepada anggotanya tetapi kepada masyarakat umum di negara ini. Hingga kini, paling tidak ada tiga kelompok kekuatan yang telah mereka miliki dan siap mendukung mereka, yaitu:

• Kekuatan Inti. Adalah anggota dan aparat NII yang secara aktif hingga kini berjalan diatas ideologi dan komando yang ada. Jumlahnya berkisar 250-400 ribu orang.
• Kekuatan Pendukung. Adalah kelompok yang digalang atas nama Al Zaytun lewat Koordinator Wilayah Yayasan Pesantren Indonesia di 33 propinsi di Indonesia, seperti santri non NII, wali santri serta para aktivis NII yang pasif namun masih tetap meyakini NII. Kebanyakan dari para aktivis pasif menunggu perkembangan politik yang ada. Jumlah kelompok ini lebih besar dari kekuatan inti.
• Kekuatan Tambahan. Adalah simpatisan yang tumbuh dari sosialisasi tentang pendidikan di Ma’had Al Zaytun (tanpa embel-embel NII) yang terdiri dari birokrasi, pejabat yang pernah datang ke Al Zaytun, pengusaha yang memiliki kepentingan dengan Al Zaytun serta lembaga-lembaga pendidikan nasional dan internasional yang bekerjasama dengan Al Zaytun. Untuk partai politik, Panji Gumilang kini merapat dibawah naungan Republikan dan menempatkan lima kadernya menjadi caleg di lima dapil di Jawa..

Tahun 2009, aktivitas NII semakin gencar karena merupakan program akhir Program Lima Tahunan NII yang memiliki sasaran untuk melaksanakan hukum Islam secara intern dan ekstern serta munculnya NII sebagai kekuatan yang dapat menggulingkan Republik Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebuah kemustahilan bila NII secara umum dapat dihentikan dengan tindakan kecil seperti di Bandung maupun tayangan investigasi di TV One dan Metro TV. Mereka akan terus bergerak, sekarang, esok dan seterusnya hingga ada tindakan tegas secara massal dan menyeluruh dari pihak berwenang dan umat Islam untuk menghentikannya.

Dan salah satu cara untuk sedikit meredam gerakan NII ini adalah, seluruh kampus-kampus baik umum maupun kampus Islam, hendaknya kembali menghidupkan Organisasi Ekstra Kampus seperti PMII, HMI, IMM, GMNI, dan lain-lain yang saat ini sedang di redam aktivitasnya di dalam kampus. Karena organisasi ektra tersebut sudah memiliki dan selalu menanamkan ideologi-ideologi yang sesuai dengan ajaran-ajaran yang selalu mengawal, mengkritisi dan menjaga keutuhan NKRI, tanpa merusak ajaran-ajaran yang sudah ada.

Buat tambahan referensi : www.nii-crisis-center.com

No comments:

Post a Comment

trima kasih atas komentarnya....
anda puas... kami lemas...
capek tau nulis sambil mikir.... hehehehe